Menyajikan Berita Akurat, Aktual dan Anti Hoax Kepemimpinan Perempuan Dalam Bingkai Kesetaraan Gender : Tinjauan Perspektif Islam - SNIPER JURNALIS
News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kepemimpinan Perempuan Dalam Bingkai Kesetaraan Gender : Tinjauan Perspektif Islam

Kepemimpinan Perempuan Dalam Bingkai Kesetaraan Gender : Tinjauan Perspektif Islam


Andi Kartini Ottong (Wakil Bupati Sinjai Periode 2018-2023/Foto Istimewa)

Tidak lama lagi perhelatan politik para kandidat Calon Bupati Sinjai di Pilkada Sinjai 2024 akan digelar. Dengan semakin mencuatnya elektabilitas dan popularitas calon dari hasil suvei lembaga survey, semakin mencuat pula upaya menskreditkan popularitas itu dengan mengumbar berbagai opini. Satu diantaranya, soal kepemimpinan perempuan dkaitkan dengan pandangan keagamaan.

Terhadap opini dan isu kesetaraan gender yang mengklaim bahwa perempuan tidak layak menduduki posisi kepemimpinan, adalah “lagu” yang telah lama diperdebatkan di arena publik Islam.

Diantara kandidat yang maju sebagai Calon Bupati Sinjai,adalah Hj.Andi Kartini Ottong,S.P.,M.Sp dari kaum perempuan yang kini tingkat elektabilitas dan popularitasnya mencapai 92 persen berdasarkan hasil survey lembaga SMRC.

Sosoknya sebagai perempuan mulai lagi dikaitkan dengan isu keagamaan. Namun dapat diyakini, Andi Kartini tentunya tidak tergoyahkan soal kesetaraan gender

Hal itu disebabkan, karena kepemimpinan tergantung pada soal pilihan dan dukungan serta kesepakatan bersama yang dianggap mampu mewujudkan rasa keadilan, mewujudkan rasa aman, dan menjaga keutuhan sebagai pemimpin dalam masyarakat.

Dari Perspektif Islam.

Abdurrahman Wahid pernah memberi peluang kepada perempuan untuk memegang posisi kepemimpinan. Penerimaan laki-laki yang berada di bawah kepemimpinan perempuan sangat penting untuk keberhasilannya. Menurut Abdurrahman Wahid, para akademisi yang menganggap perempuan lebih lemah dari laki-laki adalah keliru.

Seorang aktifis komunitas Forkim (Forum Riset dan Karya Ilmiah) yang langsung di naungi oleh LP2M (Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa) bernama Arfian Alinda Herman menilai, berbeda dengan realitas sejarah, perempuan tidak memiliki kapasitas untuk memimpin jika berhadapan dengan laki-laki. Beberapa wanita telah memegang posisi kekuasaan sepanjang sejarah, termasuk Ratu Balqis, Cleopatra, Margaret Theatcher, Benazir Bhutto, dan Corie Aquino. Abdurrahman Wahid sangat menerima kualifikasi Megawati Soekarnoputri sebagai presiden.

Mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam, di Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare ini mengakui, soal kesetaraan Gender ini masih menjadi perdebatan. Hal ini dikarenakan belenggu Budaya Patriarki yang masih melekat di masyarakat. Sehingga sering kali, perempuan dianggap rendah bahwa tugas perempuan hanya sekadar pekerjaan domestik.

Sementara Morgan dalam bukunya yang berjudul “Model Kepemimpinan & Sistem Pengambilan Keputusan” menyebutkan, seorang pemimpin yang baik adalah orang yang dapat mengidentifikasi kebutuhan bawahannya, dan memberi mereka pembinaan yang tepat. Maka bukan menjadi standar dalam memilih pemimpin dengan melihat gender nya saja, tetapi lebih dalam melihat karakteristik pemimpin itu sendiri. Dalam hal pengamatan, karakteristik kepemimpinan seperti itu, melekat pada kepribadian Andi Kartini Ottong.

Pokok-Pokok Pikiran.

Dalam Al-Qur’an Surah An-Naml ayat: 23 dijelaskan tentang kepemimpinan Ratu Balqis yang memimpin kerajaan Saba’ (Yaman) pada masa Nabi Sulaiman AS yang merupakan salah satu contoh bahwa Islam tidak melarang perempuan untuk mengambil peran menjadi seorang pemimpin dalam sebuah komunitas publik

Hal itu karena ada beberapa kriteria penilaian pada sifat alamiah perempuan yang membuatnya layak dijadikan sebagai pemimpin, diantaranya; partisipasi, memahami kebutuhan sesama perempuan, pelimpahan dan pemberian wewenang, serta berpandangan jauh ke depan.

Muhammadiyah berpendapat bahwa sah-sah saja perempuan menjadi kepala negara. Mengenai hadis yang menyatakan tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang perempuan, dianggap hanya bersifat kontekstual, dalam artian tidak berlaku secara umum ketidakbolehannya

Kedudukan perempuan dalam Al-qur’an, menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat dan mulia sesuai dengan kodratdan tabiatnya, setara dengan kaum laki-laki dalam masalah kemanusiaan dan hak-haknya.

Setidaknya ada 5 surat yang menjadikan wanita sebagai tema pokonya, yaitu QS An Nisa surat keempat, Maryam surat ke sembilan belas, Al Mujadilah surat kelima puluh delapan, QS Al Mumtahanah surat keenam puluh dan At Thalaq surat keenam puluh lima.

Dampak gender mempengaruhi kepemimpiinan, pemimpin perempuan secara signifikan lebih cenderung menggunakan gaya kepemimpinan demokratis . pemimpin laki-laki secara signifikan lebih cenderung menggunakan gaya kepemimpinan yang lebih otokratis

Sementara itu, perbedaan kepemimpinan Perempuan dan Laki-laki; laki-laki umumnya dipandang lebih berwibawa, langsung dan berorientasi pada tugas, sedangkan perempuan lebih demokratis . “Laki-laki memberikan arahan bagi karyawannya, sedangkan perempuan mendorong karyawan untuk menemukan arahannya sendiri.” Perbedaan lain antara pemimpin laki-laki dan perempuan adalah cara mereka mempromosikan diri.

Dalam memilih pemimpin tidak harus memandang jenis kelamin. Allah Swt berfirman:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Firman Allah Swt .di atas sudah jelas, bahwasanya khalifah berarti setiap manusia berhak menjadi pemimpin tanpa membedakan jenis kelamin. Tetapi, maknanya bukan hanya sekadar menjadi pemimpin dalam pemerintahan, tetapi juga menjadi pemimpin dalam pendidikan, pemimpin lembaga atau organisasi, pemimpin keluarga, bahkan pemimpin untuk dirinya sendiri. Ayat tersebut diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, “Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya”.

Sama Di Mata Islam

Dari perspektif kesetaraan gender diyakini bahwa Islam tidak menempatkan hak dan kewajiban yang ada pada tubuh manusia dalam posisi yang berlawanan, hak dan kewajiban tersebut selalu sama di mata Islam bagi dua jenis kelamin yang berbeda.

Islam menjunjung tinggi konsep keadilan untuk semua, tanpa memandang jenis kelamin. Islam berada di garis depan dalam upaya membebaskan perbudakan tirani, menuntut persamaan hak dan tidak pernah memberikan prestise hanya pada satu jenis kelamin. Islam lahir sebagai agama yang menyebarkan cinta dan kasih sayang untuk semua.

Pada dasarnya Allah menciptakan manusia, baik pria maupun wanita, sematamata bertujuan untuk mendarmabaktikan dirinya kepada-Nya. Islam datang membawa ajaran yang egaliter, persamaan, dan tanpa ada diskriminasi antara jenis kelamin yang berbeda sehingga pria tidak lebih tinggi dari wanita.

Dengan demikian, Islam tidak membedakan antara pria dan wanita, baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan, dan kesempatan untuk berkarya.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah wanita merupakan bagian integral dari masyarakat. Secara biologis wanita berbeda dengan pria, tetapi dari segi hak dan kewajiban sebagai manusia sama.

Jadi, keberadaan wanita bukan sekadar pelengkap bagi pria, melainkan mitra sejajar dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat domestik seperti rumahtangga maupun publik.


Foto Nurzaman Rasaq

Penulis Nurzaman Rasaq 

Editor S-1Tulisan 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar