Pengacara Muda Kantor Hukum Rafa and Partners Mendesak Pemerintah Urus Tuntas Pinjol Ilegal
Jakarta, Sniperjurnalis.com, – Pemerintah meminta aparat penegak hukum memberantas lembaga pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) yang belakangan ini melakukan teror terhadap nasabah/debitur (peminjam). Masyarakat sebagai korban alias nasabah mengalami ketakutan akibat tindakan intimidatif intansi pinjol ilegal.
Kepolisian bersama instansi terkait sangat getol melakukan penangkapan terhadap instansi pelayanan utang piutang yang dikelola secara tidak profesional, dan prosedural sebagaimana setiap lembaga pinjol harus berbadan hukum, serta ada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdapat 151 lembaga pinjol ilegal.
Sedangkan daftar pinjol yang legal berjumlah 106 instansi.
Indikator tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia banyak yang menjadi korban intimidasi akibat ketidakmampuan membayar utang.
Peristiwa pinjol ilegal menyita perhatian pengacara muda Rahmat Abdullah, S.H., Ia mengatakan, profesionalisme aparat penegak hukum harus diapresiasi karena membantu masyarakat termasuk korban pinjol ilegal. Langkah-langkah strategis tersebut paling tidak mampu memutus mata rantai intimidasi instansi pinjol ilegal.
Menurut CEO Law Firm Rafa and Partners, setiap instansi yang mengelola pelayanan pinjaman uang kepada debitur baik secara offline maupun online (finacial technology) harus memiliki legalitas yang jelas. Bahkan, harus dalam pengawasan OJK.
“Pinjol ilegal ini memiliki dua kluster hukum. Pertama, dalam hukum perdata pinjol ilegal ini tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Per) karena ketiadaan objektivitas-subjektivitas antara pihak pertama (kreditur) dengan pihak kedua (peminjam/debitur) mengabaikan hukum perjanjian/kontrak sebagaimana Pasal 13 KUH-Perdata,” ungkap Rahmat Abdullah, S.H dalam keterangannya pada, Senin, 01 November 2021.
Dalam konteks ini, Rahmat menilai bahwa masalah hukum yang melibatkan korban dengan instansi pinjol ilegal tidak bisa diperkarakan atau ditempuh ke jalur hukum (litigasi) karena ketidakpastian hukum (pejanjian/kontrak) yang secara substantif merugikan peminjam.
“Kedua, dalam hukum pidana, tindakan intimidatif tersebut menakut-nakuti korban sehingga memicu adanya suatu unsur ancaman. Bahkan, pemerasan jika debitur tidak mampu membayar, tindakan ini menimbulkan rasa tidak aman di kalangan masyarakat,” tambahnya.
Alumni UIN Jakarta, itu cukup lantang membela hak-hak korban pinjol ilegal agar mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada korban. Oleh karena itu, pemerintah perlu bersikap tegas kepada aparat penegak hukum, dan instansi terkait supaya digarap tuntas masalah ini sampai ke akar-akarnya.
“Saya sebagai pengacara sangat prihatin melihat korban yang telah diintimidasi. Bila perlu, jika saya diminta oleh aparat penegak hukum untuk membantu persoalan hukum yang menimpa masyarakat tentu sangat siap. Karena tugas profesi pengacara adalah membantu masyarakat pencari keadilan,” ujar Rahmat Abdullah, S.H saat ditanya oleh wartawan.
Ia berharap kepada pemerintah, kepada hal aparat penegak hukum, OJK, Kementerian Kominfo, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi, dan lembaga negara terkait agar menggelar sosialisasi tentang pinjaman online legal dan ilegal, sehingga masyarakat cakap mana yang sah dan mana yang tidak.
“Insiden penangkapan sejumlah instansi pinjol ilegal tentu menjadi pelajaran penting bagi pemerintah terutama masyarakat (korban) agar lebih waspada,” ujar Pengacara Muda asal Sulawesi Selatan di kantornya.
Reporter : Rehat Sinaga | Editor : Andi Nasution
Posting Komentar